Selasa, 19 Desember 2023

Naya

Bagian 9

Dia Calon Istriku


"Hai, Nay.." sapa Rara. Saat itu mereka di rumah Sarah.

"Hai, Ra.." sahut Naya sambil cipika cipiki.

Tampak Sarah masih sedih.

"Brama bener-bener tidak membalas WA-ku, Nay, Ra.." kata Sarah sedih.

Naya hanya terdiam. Dia bingung harus berkata apa.

"Sabar, Sar.. Lupain saja dia.. Cowok gak hanya satu orang, kan.." kata Rara.

"Iya kan, Nay?" Tanya Rara kepada Naya.

Naya menganggukkan kepalanya.

"Iya, Sar. Kalau dia sayang kamu, dia gak akan ninggalin kamu.." kata Naya pada akhirnya.

"Iya, Nay.." kata Sarah singkat.

"Eh, btw gimana nih. Udah ketemu sama calon suami?" tanya Rara kepada Naya.

Naya agak terkejut mendengar pertanyaan Rara. Dan dia hanya tersenyum kecil.

"Idih.. pake rahasia rahasia-an sekarang.. sampe gak cerita ke kita.." sahut Sarah menimpali.

"Oh itu.. Nanti saja kalau bener jadi saja aku cerita ke kalian.." jawab Naya sekenanya.

"Ok lah kalau begitu.. kita makan-makan dulu saja kalau gitu.." kata Rara.

Lalu mereka menikmati makanan yang sudah disiapkan Sarah.

Kring.. kring...

Tiba-tiba handphone Naya berbunyi. Naya segera mengambil dari dalam tasnya. Dilihatnya nama Brama. Naya segera me-reject telepon dari Brama.

"Eh.. Kok gak diangkat sih, Nay? Siapa yang telepon?" tanya Rara kepo.

"Calon suami, ya? Cieeee..." Lanjut Rara menggoda Naya.

"Ah, bukan. Udah lah.. kita mau makan-makan kan ini?" Kata Naya mengalihkan pembicaraan.

Sementara di kantor Brama.

"Kok di reject sih.. Lagi apa dia.." batin Brama.

"Sayang, kok tidak diangkat teleponnya?" Tulis Brama.

Masih centang satu.

"Nanti aku ke kos kamu.. nanti kita lihat-lihat cincin untuk pertunangan kita.." tulis Brama lagi.

Naya yang sedang memegang handphone rasanya ingin memarahi Brama.

"Saya tidak bisa. Saya lagi bareng Sarah dan Rara.." balas Naya.

"Nanti aku tunggu di depan kos, sayang.." balas Brama.

Naya menarik nafas panjang.

"Aku tunggu sampai kamu datang.." lanjut Brama.

***

"Aku pulang duluan ya, Sar, Ra.. Takut nanti dimarahi ibu kos.. Hehehe.." pamit Naya.

"Yah.. Bener nih kamu gak mau tidur di sini?" tanya Sarah.

"Maaf ya, Sar. Lain kali aku tidur di sini kok.." sahut Naya.

"Mmmm... Pasti janjian sama calon suami nih ya.. Ehemmm..." goda Rara.

"Gak kok, Ra.." jawab Naya singkat.

Pada akhirnya Naya-pun pulang ke kos. Dia merasa letih dengan apa yang dia hadapi. Brama sejak tadi terus menerus WA, meski Naya sudah membalas untuk tidak menghubunginya dulu. 

Naya melajukan motor kesayangannya dengan pelan. Dia hanya berharap, hari ini dia tidak bertemu dengan Brama.

Tak berapa lama, akhirnya Naya sampai di kos. Dia memasukkan motor ke pekarangan kos.

"Assalamu'alaikum, sayang.." sapa seseorang. Naya mengernyitkan dahi sambil menarik nafas panjang. Lalu membalikkan tubuhnya ke arah Brama yang sudah ada di belakangnya sejak tadi.

"Wa'alaikumsalam. Mau ngapain kamu ke sini? Bukannya aku bilang besok saja ketemuannya?" protes Naya dengan sebalnya.

Brama hanya tersenyum. 

"Aku sudah minta izin sama ibu kos kok, sayang. Dan ibu kos ngizinin ngajak kamu keluar sebentar.." sahut Brama dengan lembut setengah berbisik.

Naya syok mendengarnya.

"Yuk. Keburu sore lho, yang.."

Mau tak mau Naya akhirnya ikut Brama yang entah mau mengajak kemana.

"Seat belt-nya, yang. Apa perlu aku yang memasang untuk kamu?" kata Brama.

Naya hanya diam.

"Saya bisa memasang sendiri. Terima kasih.." sahut Naya.

"Sama-sama, sayang.." kata Brama sambil tersenyum.

Naya menghela nafas.

"Tak bisakah kamu tidak memanggilku sayang? Namaku Naya.." kata Naya.

Brama tersenyum kecil.

"Tidak bisa, sayang. Aku suka memanggil kamu sayang.." 

"O ya? Sudah berapa banyak perempuan yang kamu panggil sayang? Gampang banget kamu memanggil seenaknya kaya gitu.." 

"Mm.. Cuma kamu, yang.."

"O ya? Terus Sarah?"

"Ya, Sarah. Kenapa? Kamu cemburu, yang?" goda Brama.

Naya hanya menahan marahnya. Bukan karena cemburu, tapi dia tahu hubungan Brama dengan Sarah.

"Sarah tadi cerita, kamu tidak membalas WA-nya.." kata Naya.

Tak ada sahutan apapun. Brama sama sekali tak menjawab pertanyaan Naya.

"Kita sudah sampai, yang. Ayo kita turun.."

Naya dan Brama pun akhirnya turun dan berjalan ke arah sebuah toko permata. Tampak beberapa pasang orang yang di sana. Mungkin mau pesan cincin pernikahan.

Tiba-tiba Brama menggandeng tangan Naya. Naya berusaha menepisnya. Tapi Brama tetap menggenggam erat tangan Naya.

"Selamat malam mas, mbak.." sapa seorang pelayan di toko itu.

"Selamat malam, mbak. Saya sudah janjian sama Wijaya.." kata Brama. Naya hanya menoleh sebentar ke arah Brama. Dia merasa Brama tidak sopan banget memanggil orang sembarangan.

"Oh, ya. Mas Wijaya sudah menunggu di dalam. Silakan mas, mbak.." kata pelayan itu sembari mengantar Naya dan Brama ke sebuah ruangan.

"Hai, Bram. Akhirnya datang juga kau.." seru seseorang dari dalam. Mereka bersalaman dan berpelukan khas laki-laki.

"Iya, Jay. Aku butuh kamu sekarang.." kata Brama.

"Ah, kau. Butuh aku atau butuh dibantu, ha?" tanya Jay.

"Hei, siapa gadis cantik ini. Kau tak mau mengenalkan dia, ha?" lanjut Jay.

"Oh, iya. Dia Naya, calon istriku.." kata Brama. Naya hanya memandang dengan pandangan protes ke arah Brama. Brama hanya tersenyum melihat tatapan Naya.

"Ah, cantik kali kau Nay. Kenapa mau sama manusia macam dia?" kata Jay sembari menyalami Naya.


Selasa, 28 November 2023

Naya

Bagian 8

Terima kasih, Sayang


 "Naya sudah balik ke kos, nak.. Tadi pagi.." kata ibu Naya saat Brama datang ke rumahnya.

"Apa Naya tidak kasih kabar nak Brama?" Lanjut ibu Naya.

"Oh.. tidak, Bu. Mungkin Naya lupa.." jawab Brama.

"Ya sudah, Bu.. Saya langsung balik saja.. Nanti saya ke kosnya Naya saja.." pamit Brama.

Brama tak habis pikir dengan Naya. Sudah beberapa hari bertemu tapi Naya tak kunjung menghubungi Brama. Sampai-sampai Brama harus ke rumah Naya untuk sekedar bertemu sebentar.

Ya, Brama paham dengan apa yang dilakukan Naya. Di satu sisi, mungkin Naya menganggap dirinya mengkhianati Naya karena memang sejak awal Brama tahu bahwa dia akan dijodohkan. Tetapi pada kenyataannya dia malah sempat dekat dengan seorang perempuan, yang kebetulan itu sahabat Naya.

Di sisi lain mungkin Naya merasa tidak mau menyakiti Sarah, sahabatnya. Karena Naya tahu bagaimana keadaan Sarah saat diputus.

Brama segera melajukan mobilnya menuju rumah mamanya.

"Ma, Brama balik ke villa.." kata Brama begitu sampai rumah mamanya.

"Lho.. lho.. lho.. Kok tiba-tiba mau balik sih, Bram?" Tanya mama Brama.

Brama segera mengambil koper di kamarnya.

"Lho.. mana Naya, Bram? Katanya mau ngajak ke sini? Sekalian mau kamu anter ke kosnya, kan?"

"Naya sudah balik ke kos tadi, ma.." jawab Brama singkat.

"Lhooo.. kok bisa? Apa kamu membuat dia marah?" Tanya mama Brama.

"Marah kenapa, ma?" Sahut Brama.

"Ya, kamu kalau ketemu sering menggoda dia kan? Aneh-aneh sih kamu.." omel mama Brama.

"Perlakukan seorang wanita layaknya wanita, Bram. Kaya papamu ke mama.. Jangan membuat seorang wanita merasa sebal dengan sikapmu.." lanjut mama Brama.

"Ya sudah, sana. Balik ke villa. Terus nanti sempetin ke kos Naya.. Minta maaf kalau kamu isengin dia.." 

"Lha, mama kok kaya ngusir Bram sih?" sahut Brama.

"Ya.. Bram balik dulu, ma.. mama gak nyuruh pun nanti aku ke kos Naya kok, ma.."

"Pamit dulu, ma.. pamitin ke papa.." kata Brama sembari mencium tangan mamanya.

***

"Aku akan ke sini terus kalau kamu tidak memberi kabar, Nay.." kata Brama begitu ke kos Naya.

"Gak perlu. Apa kamu tidak bekerja?" Sahut Naya.

"Aku bisa ke sini setelah dari kantor, Nay. Kita harus membicarakan rencana pertunangan kita.." kata Brama.

"Ya sudah.. Aku WA kamu kalau sempet.." rajuk Naya. Biar bagaimanapun Naya tak mau Sarah atau Rara tahu calon suaminya. Karena dia pasti akan dimusuhi oleh dua sahabatnya itu.

"Kalau sempet?" tanya Brama.

Ditatapnya Naya yang masih saja cuek dengan kehadirannya.

"Ini.. Simpan nomer handphone kamu di sini.." kata Brama sambil menyerahkan handphonenya.

Naya hanya memandangi handphone Brama.

"Ayo.. tulis nomer handphone kamu, sayang.."

Dengan terpaksa Naya menuliskan nomor handphonenya di gawai Brama.

"Nih.." kata Naya singkat sambil menyerahkan handphone Brama.

"Terima kasih, sayang.." kata Brama.

"Sudah, kan? Pulang saja sekarang. Saya mau pergi.." usir Naya. Saat itu mereka di ruang tamu ibu kos.

"Hmmm.. Mau keluar? Ya ayok.. sekalian bareng saja. Aku mau kok nemeni kamu.." kata Brama sambil tersenyum.

***

"Kita makan dulu, Nay?" tanya Brama di dalam mobil.

"Mau makan apa? Seafood? Atau apa?" lanjut Brama.

"Terserah.." jawab Naya.

"Mmm.. Ok.. Ada resto yang recommended di depan. Kita makan di sana saja ya, yang.." kata Brama.

Naya hanya diam. Rencana dia untuk menghindari Brama akhirnya malah berakhir seperti ini.

"Nah, sudah sampai.." kata Brama begitu sampai di parkiran resto. Terlihat resto yang kemungkinan besar hanya untuk orang berduit.

"Ayo, yang.." ajak Brama sambil membukakan pintu mobil untuk Naya.

Naya segera keluar dari dalam mobil Brama. Naya melihat sekeliling resto. Kemudian dia berjalan menjauh dari resto itu.

"Hei, mau ke mana sayang?" Brama mengejar Naya. Dia berjalan menyejajari Naya.

"Cari makan lah.." sahut Naya cuek.

Tampak di depan ada sebuah warung kaki lima. Tertera tulisan pecel lele, ayam geprek dan sebagainya. Naya masuk ke tenda warung itu.

"Bang, pecel lelenya satu. Teh panasnya satu ya.." kata Naya ke abang-abang penjual.

"Baik, mbak. Silakan duduk dulu.."

Naya segera duduk lesehan di warung tenda itu.

"Kamu mau makan di resto itu, kan? Udah, sana pergi sana.." kata Naya ketus.

Brama menarik nafas panjang.

"Bang, pecel lele dan teh panasnya tambah satu.." kata Brama kepada Abang penjualnya.

"Baik, mas. Silakan ditunggu pesanannya.. Akan segera kami proses.." jawab Abang penjual.

Naya dan Brama hanya diam ketika menunggu pesanan makanannya. Naya terlihat memainkan handphone nya.

"Hai, sayang.."

Sebuah pesan masuk ke handphone Naya. 

"Apaan?" Omel Naya ke Brama.

"Aku mulai sayang kamu lho, yang.." tulis Brama.

Naya manyun. Dia sebal sekali.

"Sarah bilang kamu tidak bales WA-nya.." tulis Naya.

"Nanti kita pulang agak malem ya, yang. Aku pengen ajak kamu jalan.." tulis Brama mengabaikan WA Naya yang membahas tentang Sarah.

Naya akhirnya me-non aktifkan handphone nya.

"Nah, gitu. Kita bisa sambil ngobrol kan, kalau tidak pegang handphone.." kata Brama sambil tersenyum.

Naya tak menanggapi Brama. Brama hanya bisa menatap Naya.

"Ini pesenannya mbak, mas.." Abang penjual meletakkan satu bakul nasi, dua piring, lele goreng, sambal bawang dan lalapannya. Dan juga teh panas.

"Makasih, bang.." kata Naya.

Naya langsung mengambil nasi panas dari bakul. Lalu mengambil lele goreng dan lalapan serta sambal bawang.

"Tolong ambilin dong, yang.." kata Brama seraya menyodorkan piring kosong kepada Naya.

Naya melotot mendengar permintaan Brama.

"Latihan jadi istri, yang.." kata Brama sambil senyum-senyum.

Naya gusar. Apalagi Brama bicara agak keras. Sampai Abang penjual menengok ke arah mereka berdua. Akhirnya mau tak mau Naya mengambilkan nasi untuk Brama.

"Terima kasih, sayang.." kata Brama.



Senin, 27 November 2023

Naya

Bagian 7

Aku Akan Jemput Kamu


Tok tok tok..

Terdengar suara pintu diketuk di pagi yang cerah ini. Naya baru saja selesai makan dan mencuci piringnya.

"Assalamu'alaikum.." terdengar suara di balik pintu.

"Wa'alaikumsalam.." jawab Naya setengah berteriak.

Setelah mengelap tangannya, Naya segera membukakan pintu.

"Assalamu'alaikum, sayang.." 

"Wa'alaikumsalam, Tante.." jawab Naya.

"Panggil mama dong, sayang.." sahut tante Mina.

"Eh.. Iya.. Mari silakan masuk, Tan.. eh, ma.." kata Naya mempersilakan Tante Mina masuk.

"Terima kasih, sayang.." sahut tante Mina.

"Aku dipersilahkan masuk gak ni, yang.." kata Brama menggoda Naya.

Naya melotot mendengar godaan Brama.

"Kamu tidak usah masuk.." sahut Naya.

"Wah, ini.. Kamu mau berduaan sama aku di luar, sayang?" goda Brama lagi.

Naya tak menjawab. 

"Masuk..." kata Naya mempersilakan Brama.

"Terima kasih, sayang.." kata Brama sambil tersenyum.

Naya merasa sebal dengan kelakuan mantan kekasih Sarah, sahabatnya.

"Brama, jangan menggoda Naya terus ah.." kata Tante Mina. Brama hanya tertawa kecil.

Kini mereka sudah berada di ruang tamu. 

"Sebentar ya, ma.. Naya panggilkan ibu. Kalau Bapak belum pulang jam segini, ma.." kata Naya seraya pergi ke belakang mencari ibunya.

Tak berapa lama.

"Wah, ada tamu ni.. Gimana kabarnya, mbak Mina, Brama?" sambut ibu Naya seraya menyalami kedua tamunya.

"Aduh.. Kok tamu sih, Mir. Kita ini sebentar lagi besanan lho.." protes Tante Mina.

"Haha.. Iya, mbak Mina.."

"Ini kebetulan kami mampir, tadi dari rumah neneknya Brama. Sekalian mau melihat keadaan calon mantu.." kata Tante Mina ceplas ceplos.

"Uhuk.. uhuk.."

Naya yang tengah menyuguhkan air minum teh panas jadi tersedak mendengar celotehan Tante Mina.

"Kenapa, Nay? Kamu sakit?" tanya Tante Mina.

"Eh.. Tidak, Tan.." jawab Naya.

"Aduh. Kok Tante lagi manggilnya sayang?" Protes Tante Mina.

Naya hanya bisa nyengir.

"Panggil mama, sayang.. Aku saja manggil ibu dan bapak lho ke bapak ibu.." sahut Brama sambil tersenyum.

Naya lagi-lagi melotot ke arah Brama. Brama tertawa kecil melihat tingkah calon istrinya.

"Silakan diminum, ma.." kata Naya akhirnya, ya daripada diprotes lagi sama mamanya Brama.

"Saya permisi dulu ya, ma.." pamit Naya.

"Lhoo.. Mau kemana, sayang?" Tanya Tante Mina.

"Mau ke depan, ma. Nyirami bunga dulu.. Permisi ya, Bu, Ma.." pamit Naya.

***

"Kamu kok tidak mengajak calon suami untuk nyiram bunga, Nay.." kata Brama yang tiba-tiba sudah di belakang Naya yang sedang asyik menyiangi bunga di pot-pot kecil. Naya tak menyahut.

"Sini, aku bantu.." kata Brama lagi seraya meraih semprotan kecil dari tangan Naya.

Naya hanya menghela nafas. Entah bagaimana perasaan Naya saat ini. Andai Sarah tahu kalau orang yang dijodohkan dengannya adalah Brama. Entah akan seperti apa marahnya Sarah.

"Malah melamun.. Iya, calon suamimu ini ganteng banget. Tapi jangan kaya gitu, sayang.." ucap Brama.

Naya sama sekali tak menanggapinya.

"Gimana kabar Sarah?" tanya Naya mengalihkan pembicaraan.

Brama hanya diam mendengar pertanyaan Naya.

"Dia sayang banget sama kamu.." lanjut Naya seraya melihat mimik wajah Brama.

"Kita tidak sedang membahas itu, Nay. Kita bahas tentang perjodohan kita saja.." Ucap Brama.

"Perjodohan? Sebentar.. Tante cerita kan waktu itu, kamu tidak pernah deket sama perempuan?" tanya Naya sengit.

Brama hanya diam, menatap perempuan di depannya.

"Bisa-bisanya kamu bohong sama om dan Tante.." lanjut Naya.

Brama menarik nafas panjang. Dia tak ingin menyalahkan perempuan yang dijodohkan dengannya itu.

"Aku minta maaf kalau kamu menganggap ku mengkhianati kamu, Nay. Seharusnya kita bertemu sejak dulu. Tapi sungguh, kamu membuka mata hatiku tentang rencana perjodohan yang diatur orang tua kita.." ucap Brama dengan sabar dan hati-hati.

"Aku tahu kamu kecewa, padahal kamu sangat menghargai dan menghormati perjodohan ini sejak dulu. Jauh sebelum bertemu denganku. Aku minta maaf.."

Ya, Naya memang menjaga hatinya sejak ibu dan bapak menyampaikan perjodohan yang entah saat itu Naya tak tahu dengan siapa dia dijodohkan. Naya hanya tak mau mengecewakan ibu dan bapaknya.

Suasana hening. Naya melanjutkan merapikan pot-pot bunga di depannya tanpa berbicara lagi. Brama mencoba membantu, meskipun Naya menolaknya.

"Hei, sayang. Kompak amat.. Seneng mama liatnya.. Iya kan, Mir?" Ucap Tante Mina. Mira hanya tersenyum.

Naya juga hanya tersenyum menutupi kemarahannya. Brama juga hanya tersenyum.

"Ya udah, mama mau pulang dulu. Brama masih mau di sini? Mama bisa pulang duluan nih kalau kamu masih mau di sini.." kata Tante Mina.

"Tidak kok, ma. Mas Bram tadi bilang mau pulang bareng mama.." sahut Naya.

"Oh ya?" tanya Tante Mina sambil memandang Naya dan Brama bergantian.

"Iya, ma.." kata Naya.

"Iya kan, mas?" tanya Naya seraya menatap Brama dengan tajam.

"Iya, ma.. Mama sudah selesai sama ibu?" tanya Brama.

"Iya, sudah. Ya sudah, kita pulang dulu, Bram. Nanti papa nunggu kita.." kata Tante Mina.

"Ya sudah, kami pamit dulu ya, Mir.." pamit Tante Mina.

"Sayang, mama dan Bram pulang dulu ya.." kata Tante Mina sambil mencium kedua pipi Naya. Naya menganggukkan kepalanya.

"Saya pamit, Bu.." pamit Brama sembari menyalami ibu Naya.

"Aku pulang dulu, Nay.." kata Brama seraya menyalami Naya juga. 

"Kapan-kapan aku jemput kamu.." bisik Brama.

Minggu, 26 November 2023

Naya

Bagian 6

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 16.45 WIB. Naya masih dalam perjalanan menuju resto seafood dekat kantor bapaknya. Ibunya sudah telepon berulang kali, mengingatkan jangan sampai telat datang. Naya hanya mengiyakan ucapan ibunya.

Begitu juga dengan Brama. Dia selalu dipantau oleh mamanya. 

"Iya, ma. Ini masih lima belas menitan sampai TKP.." jawab Brama ketika menerima telepon dari mamanya.

"Bram tutup teleponnya, ma. Bahaya menerima telepon saat nyetir. Nanti gak jadi sampai situ malah mama yang bingung.." lanjut Brama sambil menutup telepon mamanya.

***

Jam 17.00 WIB 

Brama telah sampai di resto seafood. Dia memarkir mobilnya, kemudian keluar dari kemudi mobilnya.

Kemudian dia menuju lobi resto. Resto terlihat agak ramai. 

"Mbak, ruang VIP sebelah mana ya?" tanya Brama kepada resepsionis resto.

"Mas lurus saja, kemudian nanti belok kanan. Nah di sebelah kanan itu ruangannya.." jawab resepsionis itu ramah.

"Terima kasih, mbak.." kata Brama.

Kemudian Brama menuju ruang yang telah ditunjukkan resepsionis itu. Tak seberapa jauh jaraknya dari lobi resto.

"Nah, itu dia Brama.." seru mama melihat Brama masuk ke ruang VIP itu.

Semua mata tertuju pada Brama. Dengan langkah percaya diri Brama langsung menuju ke arah mama, papa dan teman papa mamanya. Brama menyalami mereka dan tersenyum.

"Waduh, ganteng juga Brama sekarang. Pangling om, Bram.." kata lelaki, sahabat papanya itu.

"Iya, Rif. Tambah ganteng kan anakku? Hahaha.." timpal Pras, papa Brama.

"Kamu tidak ingat sama om dan tante?" tanya sahabat papanya itu.

"Maaf, om. Saya lupa. Om dan Tante siapa ya?" tanya Brama.

"Ya Allah.. Bram, Bram. Ini om Arif dan Tante Mira.." seru Mina, mama Brama.

"Ya Allah. Maaf om, Tante..." kata Brama.

"Tidak apa-apa. Memang sudah lama tidak ketemu, pasti kamu juga pangling sama kami berdua.." kata Tante Mira sambil tersenyum.

"Aduh, anak Tante malah belum sampai ini. Padahal sudah Tante ingetin supaya gak telat sampai sini.." kata Tante Mira sambil ngecek handphone.

"Ya udah, kita ngobrol-ngobrol dulu. Tidak usah diburu-buru si Nay.." sahut mama Mina.

Brama hanya diam. Tak tahu harus ikut bercerita apa dengan mereka. Yang dia tahu hanyalah dia ternyata dijodohkan dengan anak Tante Mira dan om Arif. Mereka tetanggaan saat di kampung dulu.

Dan yang dia tahu, anaknya Tante Mira dan om Arif yang mau dikenalkan bernama Nay. 

"Hei, seperti pernah denger nama itu?" batin Brama.

"Ah, yang bernama Nay mungkin banyak, tak hanya teman dari Sarah.." batinnya lagi.

"Dia pernah kuliah di luar negeri, tapi ya gitu. Pokoknya aku larang dia deket sama perempuan lain.." cerita Mina dengan semangatnya. Brama hanya diam mendengar celotehan mamanya.

Tak berapa lama kemudian pintu ruang VIP itu terbuka.

"Maaf Bu, pak.. Naya terlambat.." seru seseorang dari pintu.

Brama terhenyak mendengar suara itu. Naya, benarkah dia orangnya? 

Tapi Brama tak ikut menengok ke arah pintu sementara mama dan papanya ikut melihat ke arah pintu.

"Maaf.. Tadi Naya berusaha tidak telat.." kata Naya sembari bersalaman dengan bapak dan ibunya. Naya lalu bersalaman dengan teman bapaknya. Dan Naya terlihat syok ketika di depannya ada Brama.

Naya berusaha tak memperlihatkan kekagetannya. Begitu juga dengan Brama.

"Ini Tante Mina dan om Pras, Nay.." kata ibu mengenalkan Naya kepada teman bapaknya.

"Dan ini Bram, anak mama dan papa.." kata Tante Mina sambil mengenalkan putranya itu.

Naya dan Brama bersalaman. Dan hanya terdiam.

"Ayo, duduk dulu.. Di sini.." kata ibu Naya. Naya duduk tepat di samping ibunya. Dan tepat di depan Brama.

Suasana hening. 

"Ayo. Kita makan dulu.. Kok malah jadi diem semua.." suara ibu Naya memecah keheningan.

***

Naya menatap di kejauhan. Hanya cahaya lampu yang bertebaran di malam ini, menambah keelokan malam hari. Naya izin keluar dari ruang VIP setelah selesai makan.

"Jadi ini yang mau dijodohin sama kamu?" Terdengar suara tak asing itu di dekatnya. Ya, suara Brama. Ternyata dia ikut keluar.

"Saya mau ke dalem.." ucap Naya begitu tahu Brama di tempat yang sama dengannya saat ini. Dia segera beranjak dari duduknya.

"Tunggu.. kita bisa bicara sebentar, kan?" kata Brama. 

Naya yang sudah melangkahkan kakinya akhirnya berhenti.

"Duduklah di sini.." kata Brama.

"Mau bicara apa?" tanya Naya agak dongkol.

Brama tersenyum melihat Naya yang agak uring-uringan.

"Kamu kenapa? Harusnya seneng kan ketemu sama calon suami? Aku saja seneng ketemu calon istriku.." Kata Brama sambil tersenyum.

Naya menarik nafas dalam-dalam. Rasanya ingin memarahi laki-laki di depannya.

"Saya belum mengiyakan tentang perjodohan ini, kan? Jadi kamu jangan terlalu PD ngomong kaya gitu.." jawab Naya sewot.

"Lagipula kamu bohongin om dan Tante juga, kan? Bilang gak pernah deket sama cewek, eh ternyata malah nyakitin cewek.." lanjut Naya.

Brama menatap perempuan di depannya. Cantik meski dalam keadaan marah.

"Aku hanya deket sama temenmu dan belum ada ikatan resmi, kan? Atau kamu cemburu nih karena pernah deket sama temenmu?" tanya Brama.

"Ah, sudahlah.. Kamu harus tanggung jawab ke temenku.. Dia nangis-nangis kamu putusin tiba-tiba.." kata Naya.

"Aku sudah selesai sama dia, Nay. Jujur aku memikirkan ucapanmu tentang perjodohan. Aku belajar dari kamu.. Akhirnya aku setuju untuk dijodohkan. Dan seharusnya memang aku setuju sejak sebelum ketemu dengan kamu.."

Naya hanya diam. Malas rasanya mendengar laki-laki di hadapannya.

Suasana hening. Perasaan Naya berkecamuk. 

"Oh iya, bisa minta nomer handphone nya, Nay.."

Tak ada jawaban dari Naya.

"Ok, ini kartu namaku. Kamu bisa hubungi aku setiap saat.." kata Brama sambil menyerahkan kartu namanya.

"Simpan baik-baik.." lanjut Brama.

"Ehemmm.. cieee.. asyik berdua nih.." kata Mina, mama Brama.

Mira, Pras, Arif dan Mina menghampiri mereka berdua.

"Ganggu gak nih kami?" lanjutnya.

"Eh, Tante.. Enggak kok, Tan..." Jawab Naya.

"Panggil mama, sayang. Jangan Tante.." kata Mina sambil tersenyum.

Naya hanya nyengir. Sementara Brama tersenyum melihat Naya yang grogi dengan permintaan mamanya.

"Yuk pulang dulu, Nay.." ajak Mira, ibu Naya.

"Ah Mir, apa mungkin kita pulang duluan saja? Biarin mereka berduaan, biar saling mengenal.." kata Mina.

"Enggak, tan. Eh, ma.. Saya pulang sama ibu dan bapak.." jawab Naya. Naya segera beranjak dari duduknya.

Akhirnya mereka keluar bareng. Brama menggelengkan kepalanya saat melihat kartu namanya masih ada di atas meja.

"Hei, sayang. Ini bawa.." kata Brama sambil menyerahkan kartu namanya kepada Naya. Naya melotot mendengar kata-kata Brama. Mau tak mau Naya akhirnya menerima kartu itu.

Sabtu, 11 November 2023

Naya

 Bagian 5

"Jangan lupa nanti ya, Nay.. Bapak dan ibu menunggu kamu di resto seafood dekat kantor bapak.."

WA ibu masuk Jumat pagi ini. Jujur Naya merasa dad dig dug dengan apa yang akan dialami nanti sore.

"Ya, Bu.." jawab Naya singkat.

Naya harus pergi ke kampus pagi ini. Kuliah dua mata kuliah. Jam 09.00 dan jam 11.00.

Di lain tempat, di sebuah rumah mewah Brama juga harus bersiap pergi ke kantornya. Pagi ini dia harus memimpin meeting dan bertemu beberapa rekan bisnisnya.

Brama mengambil handphone. Dibuka pesan dari mamanya.

"Nanti sore jangan lupa, Bram. Jangan ngecewain mama dan papa. Malu kalau kali ini kamu tidak mau datang lagi.."

Pesan mamanya pagi itu membuat Brama galau. Memang dia sudah setuju untuk dijodohkan dengan pilihan mama dan papanya. Sampai-sampai dia harus putus dari teman dekatnya, Sarah.

"Ya, ma.. Tak usah khawatir.." jawab Brama singkat.

Kemudian Brama menyelesaikan sarapannya. 

"Mbok, nanti tolong simbok dan mamang tidur di sini dulu ya.. Sore ini saya mau ke rumah mama dan papa.." kata Brama kepada mbok Prih, pembantu di rumahnya.

"Ya, den. InsyaAllah nanti saya dan mamang nginap di sini.." jawab mbok Prih.

"Ya sudah, saya berangkat ke kantor dulu. Saya langsung ke rumah mama dan papa nanti.." kata Brama lagi seraya bangkit dari meja makan dan menuju ke mobilnya.

***

Di kampus, Naya mengikuti mata kuliah dengan pikiran kemana-mana. Tak seperti biasanya. Apalagi ibunya terus mengirim WA ke handphone Naya. 

Ibu mengirimkan foto tempat pertemuan nanti sore. Sebuah bangku yang sudah disiapkan sejak pagi oleh ibunya. Tepatnya dibooking oleh ibu dan bapaknya.

Naya berusaha menyimak kuliah hari itu dengan perasaan tak menentu. Ingin rasanya segera berakhir kuliah hari itu.

Sementara di kantor perusahaan Brama, Brama juga sedang meeting dengan salah satu perusahaan besar. Dan siangnya juga bertemu dengan rekan bisnisnya di sebuah resto dekat kantornya.

Handphone tak dia pegang. Karena dia tahu, sejak pagi mamanya terus menerus mengingatkan Brama akan janjinya sore nanti. Bahkan daftar panggilan dari mamanya juga sudah puluhan jumlahnya. Sementara tak diangkatnya. 

Dia ingin fokus dengan pertemuan dengan rekan-rekan bisnisnya. Sementara pertemuan dengan keluarga dari teman mama dan papanya sudah dipikirkan mama dan papanya. Setidaknya itu pikir Brama.

***

Siang harinya, setelah kuliah berlalu Naya segera menuju kosnya. Dia istirahat sejenak, untuk mempersiapkan perjalanan dua jam menuju tempat pertemuan dengan keluarga dari teman bapaknya.

Naya tertidur. Terlihat nyenyak. Ya, karena semalam dia merasa sulit untuk tidur. 

Tak terasa jam sudah menunjukkan waktu jam setengah tiga. Naya terbangun dan tersadar akan janjinya kepada kedua orang tuanya. Naya segera beranjak menuju kamar mandi.

Sementara Brama masih di kantor. Dia masih asyik dengan berkas-berkas yang harus ditandatangani. Dia menarik nafas sejenak. Lalu mengambil handphone.

Banyak sekali pesan dari mamanya. Bahkan pesan dari papanya.

"Jam lima harus sudah sampai di resto seafood lho, Bram.. Jangan pakai telat.. Apalagi tidak datang.." 

Pesan dari mamanya. Papanya pun mengirim pesan yang sama. Ah, mungkin pesan dari papa juga ditulis oleh mamanya.

"Ya ma, pa.. Bram langsung ke TKP.." balasnya singkat. Dan pesan itu dikirim ke nomor dua orang tuanya.

Brama segera merapikan meja kerjanya. Berkas dibiarkan tertumpuk rapi. Biasanya pagi hari baru diambil oleh anak buahnya.

Brama segera beranjak dari meja kerjanya. Kemudian dia menuju kamar mandi di dalam ruang kerjanya. Dia mandi dengan pikiran tak menentu.

Jujur, sejak dia bertemu dengan sahabat mantan pacarnya, dia terbuka dengan adanya perjodohan. Makanya dia setuju untuk bertemu dengan calon istri yang dipilihkan kedua orangtuanya.

Tak ada salahnya membahagiakan kedua orangtuanya. Dengan begitu dia akan bahagia juga. Ya, dengan melihat kedua orangtuanya tersenyum jika dia menikah.

***

Jam tiga sore, setelah shalat Asar, Naya segera menuju mobil grab pesanannya. Tak mungkin dia mengendarai motornya sendirian sore ini. Apalagi dia masih merasakan capek.

Dia segera masuk ke dalam mobil pesanannya dan menunjukkan sebuah tempat ke bapak sopir. Sopir itu sudah lumayan sepuh. Mungkin seusia bapaknya.

Mobil melaju pelan. Naya hanya menikmati pemandangan di luar jendela. Masih ada waktu untuk sampai tepat waktu.

"Naya sudah otw, Bu.." Naya memberi kabar kepada ibunya.

"Alhamdulillah... Kamu naik apa?" tanya ibu lewat WA.

"Nge-grab, Bu.."

"Naya agak capek kalau harus mengendarai motor.."

Dua pesan itu dikirim ke ibunya. Tak ada jawaban dari ibunya. Akhirnya Naya tertidur di dalam mobil.

Sementara Brama segera menuju mobil kesayangannya setelah shalat Jumat usai. Dia melajukan mobil. Dia melajukan mobil sambil merenung.

Memang dia masih terus dihubungi oleh Sarah. Menanyakan ini itu. Mengatakan kalau masih sayang. Dan sebagainya. Tetapi Brama tak menanggapi apapun. Dia tak mau memberikan harapan untuk Sarah.

Dia juga tak ingin menyakiti kedua orangtuanya. Tak ingin mengecewakan mereka berdua. Toh nanti dia akan kembali kepada keluarganya, bukan kepada teman atau siapapun.

Sepanjang perjalanan, Brama memantapkan hatinya untuk mau berusaha mencintai dan menyayangi wanita pilihan kedua orangtuanya jika menikah nanti. Tak mau ada bayang-bayang masa lalu lagi.


Naya

Bagian 4

"Ya, Bu.. Naya Akan Pulang"


"Nay, Ra.. Brama putusin aku..." tulis Sarah di grup WA.

Setelah itu dikirim banyak emoticon menangis. Sarah masih di resto, menenangkan pikiran dan hatinya. Sementara Brama sudah pamit pulang duluan.

Masih hening. Tak ada balasan dari dua sahabat terbaiknya itu. Mungkin dua sahabatnya sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.

Akhirnya Sarah pulang. Dia menuju parkiran motor. Segera Sarah melajukan motor kesayangannya sambil menangis di sepanjang perjalanan.

Pertemuan yang diharapkan menyenangkan dan membahagiakan, ternyata harus berakhir dengan kesedihan dan tangisan. Sarah melajukan motornya menuju kos Naya, tempat teman-temannya janjian mengerjakan tugas.

Dua puluh menit kemudian Sarah telah sampai di kos Naya. Dia memarkir motornya sembarangan di luar kos Naya.

Sarah segera menuju kamar Naya. Lalu mengetuk pintu kamar Naya.

"Nay, Ra..." kata Sarah sambil mengetuk pintu kamar Naya. Suaranya parau karena menahan tangis.

Naya membuka pintu kamarnya.

"Kenapa, Sar? Kenapa kamu nangis?" tanya Naya.

"Brama putusin aku, Nay..." kata Sarah sambil memeluk Naya. Tangisnya pecah lagi di pelukan Naya.

"Apa? Dia putusin kamu?" sahut Rara.

Sarah tak menjawab pertanyaan Rara. Dia semakin menangis tersedu-sedu di depan dua sahabatnya itu.

"Sudah, Sar.. Berarti dia bukan orang yang baik untuk kamu.." kata Rara menghibur Sarah.

"Apa perlu aku kasih pelajaran buat si Bram itu?" lanjut Rara.

Rara geram sekali mendengar sahabatnya diputus tanpa ada alasan apapun. Sementara Naya masih terus memeluk Sarah.

***

"Nay, kamu pulang ke rumah ya. Bapak dan ibu mau kamu ketemu dengan anak teman bapak.." 

Sebuah pesan masuk di handphone Naya malam itu. Naya menarik nafas panjang. Tak mungkin dia mengecewakan bapak dan ibunya. Meski itu akan membuat dirinya kecewa dan tak bahagia.

"Ya, Bu.. Naya akan pulang Jumat ini.." balas Naya.

Tak berapa lama terdengar panggilan telepon di handphone-nya. Tertera nama ibunya.

"Halo, Bu.. Iya, Naya akan pulang besok Jumat.." kata Naya begitu mengangkat telepon ibunya.

"Naya.. Assalamu'alaikum dulu, nak.." sahut ibu di seberang.

"Hehe, wa'alaikumsalam ibu..." kata Naya.

"Jam berapa kamu pulangnya?" tanya ibunya.

"Mungkin agak siang, Bu.. tergantung jadwal kuliah Naya.." jawab Naya.

"Ini ibu dan bapak sudah janjian sama teman ibu bapak jam lima sore. Di resto seafood dekat kantor bapak.."

Hening sejenak. Naya tak tahu harus berkata apa.

"Halo, Nay.." kata ibu di seberang.

"Iya, Bu.. nanti Naya langsung ke sana saja berarti.." kata Naya.

"Baik, nak. Jangan kecewakan bapak dan ibu.. Jangan sampai tidak datang ya, nak.." kata ibu mengingatkan Naya.

"InsyaAllah, Bu.." jawab Naya.

"Ya sudah, ibu tutup teleponnya. Ini mau masak buat bapak dan adikmu.. Assalamu'alaikum" tutup ibu.

"Wa'alaikumsalam, Bu.." jawab Naya sambil merenungi perkataan ibu.

***

"Aku tadi ketemu Brama.." kata Rara begitu bertemu Sarah dan Naya.

"Terus?" tanya Sarah.

Sarah masih sedih dengan berakhirnya hubungannya dengan Brama. Bahkan ketika dia kirim WA kepada Brama untuk menanyakan sebab putusnya, tapi sama sekali tak dibalas oleh Brama.

"Aku marahi dia. Sebal sekali aku sama dia.." lanjut Rara menggebu-gebu.

Tak terasa Sarah menangis lagi. Sedih rasanya.

"Dia bilang apa, Ra?" tanya Naya.

"Gak bilang apa-apa. Cuma diam saat aku marah-marah.. Lalu dia pergi.." jawab Rara dengan emosi.

"Ya sudah, Sar. Lupain saja dia.. Ada yang jauh lebih baik daripada dia.." hibur Naya saat Sarah masih menangis.

"Iya, Nay.. semoga aku kuat.." kata Sarah.

Mereka bertiga akhirnya terdiam dengan pikirannya masing-masing.

"Aku Jumat besok pulang, Sar, Ra.." kata Naya memecah keheningan.

"Ngapain, Nay? Tumben belum ada satu bulan sudah pulang?" tanya Rara penasaran.

"Ibu dan bapak menyuruh aku pulang. Gak ngerti.. Mau diketemuin sama keluarga dari teman bapak.." jawab Naya.

"Wahhhh.. Apa bener yang kamu bilang kalau kamu mau dijodohin, Nay?" tanya Sarah dengan suara parau.

Naya hanya mengangkat dua bahunya. Dia sebenarnya masih ragu untuk ketemu dengan keluarga teman bapaknya. Tapi apa boleh buat. Apa yang akan terjadi ya pasti terjadi. Cepat atau lambat.

"Semoga keluarga dari teman bapakmu baik, Nay.." kata Rara memberikan semangat untuk sahabatnya itu.

Rara tahu, pasti Naya sebenarnya tidak mau dengan adanya perjodohan itu. Naya yang paling muda di antara mereka bertiga tapi cerdasnya luar biasa. Pasti yang mendapatkannya sangat beruntung. Dan sebenarnya lebih pantas Naya mencari jodohnya sendiri, tidak dijodohkan seperti itu.



Naya

Bagian 3

Jangan Mainin Perasaan Anak Orang


"Bram, kamu luangnya kapan? Kamu harus ketemu dulu sama calon istri yang papa mama pilihkan untuk kamu.." kata mama di pagi yang cerah.

Brama yang akan sarapan terhenyak dengan pertanyaan mamanya itu. Tak ada jawaban dari Brama. 

"Jangan mainin perasaan anak orang.." lanjut mamanya lagi.

"Mainin gimana, ma? Bram kan belum siap.." jawab Brama sembari menikmati sarapan paginya.

"Belum siap gimana? Usiamu berapa sekarang?" tanya mamanya lagi.

"Tiga puluh. Masih betah sendiri?" sahut papa Brama yang baru gabung untuk sarapan.

"Adikmu saja sudah punya anak. Apa yang kamu cari? Mama dan papa mencarikan jodoh untuk kebaikanmu. Toh anak ini baik kok.." lanjut papa.

Brama tetap diam. Memang adik perempuannya sudah menikah, bahkan sudah punya anak perempuan yang cantik. Usia enam bulan.

"Mama tidak mau tahu. Kalau kamu tidak segera memberikan waktu, mama akan maksa kamu untuk ketemu gadis itu.." kata mama.

"Beri waktu sedikit lah, ma. Ada yang harus aku selesaikan dulu.." jawab Brama.

"Oke, mama papa kasih waktu satu Minggu. Atau calon istri kamu diambil orang lain.." sahut mama.

***

Hari ini Sarah merasa bahagia sekali. Hari ini Brama mengajaknya bertemu lagi di sebuah resto. Setelah beberapa hari tak bersua.

Dan dia berdandan dengan cantiknya. Demi pacar tersayangnya. Dia mematut diri di depan cermin sambil tersenyum manis. Dilihatnya dirinya sangat cantik.

Setelah itu dia menuju resto tempat mereka akan bertemu. Sarah tiba di sana lebih dulu, karena Brama harus ada meeting terlebih dahulu di kantornya.

Sarah menuju sebuah meja kosong yang sudah dipesan oleh Brama. Meja yang hanya ada satu-satunya di ruang itu.

"Aku sudah sampai, yang.." tulisnya di WhatsApp-nya untuk Brama.

"Nay, Ra.. Aku hari ini gak bisa gabung dengan kalian ya.. Aku mau ketemuan sama mas Brama.." tulisnya di WhatsApp grup dengan dua sahabat karibnya itu.

Setelah mengirim pesan itu Sarah memesan minuman untuknya, sambil menunggu Brama. Lima belas menit kemudian pelayan resto mengantar minuman untuknya.

Sarah meminum minumannya sambil sesekali melihat layar handphone-nya. Siapa tahu ada pesan masuk dari Brama.

"Cieee.. yang mau ketemuan.. sampai gak mau ketemu sama kita.." pesan dari Rara masuk.

"Rara, jangan ganggu Sarah lah kita.." pesan masuk dari Naya menimpali pesan Rara.

"Hahaha.." hanya itu yang ditulis Sarah menanggapi dua sahabatnya itu.

Tak berapa lama terlihat Brama menuju ke arah Sarah. Sarah tersenyum melihatnya. 

Brama segera duduk di depan Sarah. Lalu memanggil pelayan resto, memesan minuman dan juga makan.

"Kamu makan apa?" tanya Brama kepada Sarah.

"Sama seperti kamu saja, yang..." jawab Sarah.

"Oh, ok.. makannya dua porsi ya, mbak.." kata Brama kepada pelayan resto.

"Baik, mas. Pesanan akan segera kami antar.." kata pelayan itu.

Pelayan itu segera pergi. Brama dan Sarah masih sama-sama diam.

"Yang, aku kangen kamu deh.. Alhamdulillah kamu pengertian banget, ngajak ketemuan.." kata Sarah memecah keheningan.

Brama hanya tersenyum mendengar Sarah. Tak menanggapi perkataan Sarah. 

"Kamu kenapa, yang? Kok lebih banyak diemnya sekarang? Di WA belum tentu bales juga. Ditelepon juga belum tentu diangkat.." tanya Sarah.

Belum sempat menjawab makanan yang dipesan diantar oleh pelayan resto.

"Kita makan dulu ya.. Nanti saja ngobrolnya, setelah selesai makan.." kata Brama sambil mengambil makanannya.

Akhirnya Sarah ikut makan. Sambil sekali-kali memandang wajah Brama. Dia tak menyangka dia bisa pacaran sama Brama yang usianya kurang lebih tujuh tahun di atasnya.

***

Selesai makan.

"Kita mau ngobrol apa, yang?" tanya Sarah kepada Brama.

Sarah merasa heran dengan Brama akhir-akhir ini. Dia merasa Brama berubah, entah karena kesibukan atau apa.

"Sar.. Kamu masih muda banget.." kata Brama memulai percakapan.

"Maksudnya?" tanya Sarah tak mengerti.

"Sar, kamu bisa dapetin lelaki yang jauh lebih baik daripada aku.. Yang usia tak jauh dari kamu.. Aku takut tak bisa bahagiain kamu.." lanjut Brama dengan hati-hati.

"Maksud kamu apa, yang? Aku bahagia kok sama kamu.. Aku gak malu punya pacar yang usia jauh di atas aku.." sahut Sarah. Perasaan Sarah tak menentu mendengar Brama bicara seperti itu.

"Maafin aku ya, Sar. Aku tidak bisa ngelanjutin hubungan kita. Aku merasa tak pantas untuk kamu.. Kamu bisa dapetin kekasih yang pasti akan selalu ngertiin kamu.. Tidak seperti aku.." kata Brama lagi.

Sarah terhenyak mendengar kata putus dari Brama. Air mata menetes di pipinya.

"Tidak usah menangis, Sar. Aku tidak pantas kamu tangisi.. Aku yakin kamu akan mendapatkan kebahagiaan bersama orang yang benar-benar menyayangi kamu.." kata Brama menenangkan Sarah.

Brama memang beberapa hari ini mencari cara untuk memenuhi permintaan papa mamanya. Dijodohkan dengan wanita lain, yang itu entah siapa.


Kamis, 09 November 2023

Naya

Bagian 2

Saya Temen Deket Naya


"Kamu pindah ke depan.. Aku bukan sopirmu.." kata Brama.

Memang Naya masih duduk di belakang, karena Naya merasa lebih nyaman duduk di belakang.

"Tidak usah. Saya turun di sini saja.." tolak Naya.

"Tolong bukain pintunya.." pinta Naya.

Brama keluar dari pintu kemudi, kemudian membuka pintu belakang.

"Kamu tetap saya antar. Duduk di depan.. Keburu semakin malam.." kata Brama sambil membukakan pintu depan untuk Naya.

Dengan malas, Naya keluar dan pindah ke depan. Duduk di samping Brama.

"Pakai seat belt-nya, biar aman..." kata Brama mengingatkan Naya yang belum memasang sabuk pengaman.

"Apa perlu aku yang memasangnya?" tanya Brama karena Naya tak kunjung memasang seat belt-nya.

"Iya, iya.." sahut Naya.

Tak lama kemudian, Brama melajukan mobilnya. Tak ada suara apapun. Suasana hening.

"Kenapa kamu mau dijodohin, Nay?" tanya Brama memecah keheningan.

"Karena pilihan orang tua tak akan pernah salah. Tak akan pernah menjerumuskan anaknya.." jawab Naya.

"Lalu bagaimana kalau ternyata pilihan orang tua tak bisa membahagiakan kamu?" tanya Brama lagi.

"Saya yakin akan bahagia. Setidaknya saya membahagiakan orang tua saya.. Tak mengecewakan mereka.." jawab Naya.

"Sudah. Saya turun di depan saja.. Saya nanti naik ojek tidak apa-apa.. Di sana ada banyak tukang ojek.." pinta Naya lagi.

Tak ada tanggapan apapun dari Brama. 

"Tadi kamu cerita kos-mu di daerah X. Kebetulan dekat rumah temanku. Masih jauh. Tidak aman kalau kamu pulang sendiri.." kata Brama.

Naya menghela nafas. Merasa sebal kepada kekasih sahabatnya itu.

"Tidur saja kalau kamu ngantuk. Ini masih satu setengah jam perjalanan, kan? Nanti aku bangunin kalau sudah sampai.." lanjut Brama.

Naya memang sudah ngantuk. Lelah karena pagi tadi kuliah, kemudian kerja paruh waktu di tempat usaha kecil-kecilan miliknya. Kemudian ikut acara pesta ulang tahun Rara, sahabatnya.

Tak lama kemudian Naya tertidur dalam perjalanan menuju kos-nya. Nyenyak.

Brama tersenyum menatap Naya yang tertidur di sampingnya. Dia merasa heran sekaligus kagum dengan Naya, dengan cerita dia yang jauh lebih muda tetapi sudah memiliki calon suami. Dan itu hasil perjodohan. Sementara dia, masih memilih menghindar dari hal aneh seperti itu.

***

Brama fokus pada jalanan yang sudah lumayan sepi. Tinggal dua kilo meter kira-kira baru sampai lokasi kos Naya.

Memang tak disangka ternyata kos Naya dekat dengan rumah Anton , sahabatnya yang seorang dokter. Jadi dia mudah untuk menemukan kos Naya tanpa membangunkannya.

Beberapa menit kemudian mobil Brama telah sampai di lokasi kos Naya. Setidaknya dia tahu ciri-cirinya dari Naya tadi sebelum sampai rumah Sarah.

Dipandanginya wajah Naya, terlihat lelah. Brama tak tega membangunkannya. Akhirnya dia menunggu sampai Naya bangun dengan sendirinya.

Satu jam kemudian, Naya terlihat membuka matanya. Wajah bantalnya terlihat manis, menurut Brama.

"Sudah bangun? Ini sudah sampai depan kos-mu.." kata Brama.

"Oh, iya. Terima kasih.." ucapan Naya.

Kemudian Naya turun dari dalam mobil Brama, dan memencet bel pintu gerbang kos-nya. Brama mengikuti Naya, memastikan Naya masuk kos dengan aman.

"Baru pulang, Nay? Jam berapa ini?" tanya seorang ibu dari dalam gerbang. 

Sudah dapat dipastikan, ibu itu adalah ibu kos Naya. Beliau terlihat tegas.

"Iya, Bu. Maaf saya kemalaman.." kata Naya.

"Ini baru jam..." jawab Naya seraya melihat jam tangannya.

"Ya Allah, sudah jam 12 malam. Seharusnya saya sudah sampai jam 11.. Maaf, Bu.." lanjut Naya.

"Iya. Baru jam 12 malam kok, Nay.. Tadi sebenarnya jam 11 sudah sampai, tetapi saya tidak tega bangunin kamu.." ujar Brama.

Ibu kos menggelengkan kepalanya. Sementara Naya merasa kesal setelah tahu bahwa dia ternyata sudah sampai sejak satu jam yang lalu.

"Ya sudah. Masuk.. besok lagi jangan terlalu malam lagi pulangnya.." lanjut ibu kos.

Naya menganggukkan kepalanya.

"Dia siapa, Nay?" tanya ibu itu sambil menatap Brama sebelum mengajak masuk Naya.

"Saya teman dekatnya Naya, Bu.. " jawab Brama sambil tersenyum.

Naya melotot mendengar jawaban Brama. Sementara Brama tersenyum kecil melihat ekspresi Naya. 

"Oh.. Dia Brama, Bu. Kekasih Sarah.. Tadi saya nunut pulangnya.." jelas Naya.

Ibu kos Naya tersenyum melihat tingkah mereka.

"Ya sudah, sekarang kamu masuk kamar.. Sudah tengah malam.." kata ibu kos.

"Karena tugas saya sudah selesai, saya pamit pulang ya, Bu.. Marahi dia kalau sering pulang malam.." pamit Brama setengah menggoda Naya.

Naya sebal sekali mendengar ucapan Brama. Tapi dia hanya diam, tak menanggapinya sama sekali.

"Terima kasih, nak. Hati-hati pulangnya.." kata ibu kos.




Naya

Bagian 1

Saya dijodohkan


 "Aku keluar sebentar ya, Sar.." bisik Naya kepada Sarah yang sedang asyik menikmati pesta ulang tahun Rara.

"Mau ngapain, Nay?" tanya Sarah.

"Cari angin.." ucap Naya sembari tersenyum.

"Ok.. Jangan lama-lama keluarnya.." kata Sarah mengingatkan.

Naya langsung beringsut keluar dari tempat hiruk pikuk pesta sahabatnya itu. Suara musik semakin menjauh dari telinga Naya.

Naya menuju sebuah bangku kosong di pinggir jalan raya. Dia duduk menikmati suasana malam yang ramai oleh pengendara motor dan tontonan rakyat di sana.

"Jagung bakar, neng.."

Seorang lelaki tua mendatanginya. Dan lelaki tua itu menawarkan dagangannya.

"Berapa harganya, pak?" tanya Naya.

"Lima ribu, neng. Gedhe-gedhe ini jagungnya. Dijamin manis juga.." kata lelaki tua itu.

"Satu ya, pak.." pesan Naya.

"Baik, neng.." kata lelaki tua itu.

Lelaki tua itu segera mengeluarkan jagung mentah dan membersihkan kulitnya. Lalu ditusuk jagung itu dengan bambu yang telah disiapkannya.

Naya asyik memperhatikan lelaki tua itu. Membakar jagung pesanannya. 

"Pak.. Nama bapak siapa, ya? tanya Naya.

"Saya, neng? Panggil saja Mang Didin.." jawab lelaki tua itu.

"Baik, mang.."

Mang Didin masih asyik membakar jagung. Sesekali dia menambah jagung yang akan dibakar, karena ada yang memesan selain Naya.

"Ini pesenannya, neng.." kata mang Didin sambil menyerahkan jagung bakar kepada Naya.

"Terima kasih, mang. Ini uangnya.. Sisanya buat mang Didin, ya.." kata Naya seraya menyerahkan uang kepada mang Didin.

"Terima kasih, neng.. Semoga neng sehat terus.. dikasih jodoh yang baik hati dan ganteng lahir batin.." kata mang Didin seraya mendoakan Naya.

"Aamiin..." ucap Naya sambil tersenyum.

Naya menikmati jagung bakar. Dia tetap menikmati keramaian malam ini.

***

"Hai.. Kamu temannya Sarah, kan? Boleh saya duduk di sini?"

Naya memandang lelaki yang sudah duduk di bangku, di samping Naya duduk.

"Iya, saya teman Sarah. Kamu pacarnya Sarah, kan?" tanya Naya.

Lelaki itu mengangguk dan tersenyum mendengar pertanyaan Naya. 

"Kok kamu malah di sini? Bukannya temanmu yang ulang tahun?" tanya lelaki itu.

"Iya, saya mencari udara segar.." jawab Naya seadanya.

"Udara segar? Ini belum pagi lho.." kata lelaki itu.

Naya tertawa mendengar lelaki itu.

"Di sini kok malah makan jagung, tidak makan di dalam saja? Banyak makanan di sana, kan?" 

"Iya, sih.. Tapi takut ngabisin makanan di dalem.. Hehe.."

Suasana hening. Naya tetap menikmati jagung bakarnya. Sementara lelaki itu duduk memandang keramaian di depannya.

"Kalau mau jagung, beli sendiri tuh.." kata Naya sambil nunjuk mang Didin.

"Ya..." kata lelaki itu.

Kemudian lelaki itu menuju ke mang Didin. Memesan jagung bakar. Lalu kembali duduk di samping Naya.

"Nama kamu Naya, kan?" tanya lelaki itu.

"Iya.. Kamu?" 

"Saya Brama.." jawab Brama seraya mengajak Naya berjabat tangan.

"Kamu sendirian saja? Kemana pacarmu?" 

Brama iseng bertanya kepada Naya.

"Pacar? Saya?" tanya Naya.

"Iya, pacarmu mana? Kok tidak diajak ke pesta ulang tahun temanmu? Teman-temanmu yang lain ngajak pacar-pacar mereka, kan?"

Naya menoleh ke Brama. Di saat yang sama Brama memandang Naya.

"Saya tidak punya pacar. Bikin pusing kalau punya pacar.. Toh saya sudah punya calon suami kok.." jawab Naya sekenanya.

Brama menatap Naya dengan rasa tak percaya. Seorang gadis di sampingnya sudah memiliki calon suami.

"Saya dijodohkan.." kata Naya cuek.

Baginya tak ada gunanya juga cerita kepada orang yang tak dikenalnya itu.

Brama terkejut. Seorang gadis di masa kini mau dijodohkan.

"Tidak percaya? Saya tidak perlu menjelaskan supaya kamu percaya sama saya.." kata Naya.

Brama tertawa. 

"Kenapa mau dijodohkan? Apa seganteng itu sampai kamu mau?" tanya Brama.

Naya tersenyum.

"Pasti lebih ganteng dari kamu.. Lebih baik dari kamu.." jawab Naya.

Brama terdiam. Tak habis mengerti dengan jawaban Naya.

Naya bangkit dari duduknya. Menghampiri sebuah tong sampah di dekat mang Didin. Lalu dia kembali duduk di bangkunya.

Sementara mang Didin mengantar jagung bakar untuk Brama. Brama menikmati jagung bakarnya.

"Kamu sudah lama pacaran sama Sarah?" tanya Naya.

Lelaki itu menggelengkan kepalanya.

"Baru dua bulan.." jawabnya singkat.

"Dua bulan? Naya cerita sudah enam bulan lho.." kata Naya sengit.

"Deketnya dua bulan.." sahut Brama.

"Oh.. dua bulan pacarannya.. kenalnya enam bulan?" kata Naya. Tak ada sahutan dari Brama.

"Awas kalau kamu nyakitin temenku.. Urusannya dengan aku.." lanjut Naya.

"Mau kamu apain kalau aku nyakitin temanmu?" tanya Brama.

"Aku ajari kamu cara menghargai perempuan.." kata Naya.

Brama tertawa mendengar ucapan Naya.

Dari kejauhan terlihat Sarah menuju ke arah mereka. Sarah tersenyum lepas melihat kekasihnya dan sahabatnya.

"Yuk pulang, yang.." rajuk Sarah.

Sarah menggelayut manja kepada Brama. Sementara Brama agak risih dengan sikap Sarah. Apalagi di sana juga ada Naya.

"Ok.. Aku antar.." jawab Brama singkat seraya beranjak.

Sisa jagung bakarnya dibuang di tong sampah.

"Nay, kamu pulangnya gimana? Barengan saja yukkk.." ajak Sarah.

"Duh, gak usah deh Sar. Aku nanti pulang sendiri saja. Naik grab aja.." tolak Naya.

"Gak apa-apa, Nay.. Sekalian aja yuk.." ajak Sarah.

"Boleh kan, yang?" tanya Naya kepada Brama.

Brama menganggukkan kepalanya. 

"Tapi kos-ku jauh lho, Sar.. Kasihan sama pacarmu.." tolak Naya lagi.

"Sudah, ikut saja.. Tidak apa-apa.. Daripada nanti kamu dijahati orang.." kata Brama.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah Sarah, Naya hanya diam. Ya bagaimana mau bicara, sementara Sarah dan Brama bermesraan.

Naya merasa menjadi obat nyamuk.

"Salah sendiri. Kenapa kamu mau ikut, Nay?" tanya Naya dalam hati sembari tersenyum kecut.

Tak berapa lama mereka telah sampai di depan rumah Sarah. Lalu Sarah turun dari mobil Brama.

"Nitip Naya ya, yang.. Jangan macem-macem.." kata Sarah.

"Iya.." jawab Brama singkat.

"Makasih ya, Sar.. Kalau kekasihmu macem-macem biar aku hadapi dia.." kata Naya.

Sarah tertawa.

"Sudah, ya.. Aku lanjut anter Naya.." kata Brama.

"Iya, yang.. Nanti kabari kalau sudah sampai rumah, ya.." kata Sarah manja.